Itu disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov pada Jumat (7/7) di tengah pertemuan Trump dengan Putin. Lavrov mengatakan, pertemuan kedua pemimpin yang bersejarah karena Rusia disebut mendukung Pemilu yang memenangkan Trump itu, beratmosfer positif.
Suria menyatakan gencatan senjata dalam konflik dengan kelompok pemberontak, mulai Selasa (4/7) lalu. Gencatan senjata ke-dua itu dilangsungkan sampai Kamis (6/7), yang kemudian diperpanjang kembali sampai Sabtu (8/7).
Bukan hanya soal gencatan senjata di Suriah, Lavrov menuturkan Trump dan Putin juga mencapai kesepakatan soal kerja sama menanggulangi krisis di Ukraina.
Untuk itu, kata Lavrov, akan ada perwakilan AS yang mengunjungi Rusia dalam waktu dekat, untuk berkonsultasi tentang isu Ukraina. Bagaimana pun, persetujuan itu hal positif.
Sayangnya, mereka masih berbeda pendapat soal misil Korea Utara. Baru-baru ini, seperti diketahui AS ‘kebakaran jenggot’ lantaran Korea Utara melakukan uji coba menembakkan rudal terbaru yang disebut-sebut ahli bisa menghancurkan daratan Amerika dan mencapai Alaska.
Menteri Luar Negeri Rex Tillerson mengatakan, seperti dikutip dari Reuters, Trump dan Putin masih berbeda pandangan soal bagaimana mereka harus menghadapi itu.
“Rusia melihatnya sedikit berbeda dengan kita, jadi kami akan melanjutkan diskusi itu dan meminta mereka melakukan lebih,” ujar Tillerson, yang menganggap Rusia punya kekuatan untuk membuat Korea Utara menahan diri untuk tidak benar-benar menembakkan rudalnya.
“Rusia punya aktivitas ekonomi dengan Korea Utara,” ujarnya menjelaskan.
Setelah Korea Utara menembakkan misilnya, AS memang meminta negara-negara yang punya hubungan dagang atau kerja sama dengan negara pimpinan Kim Jong Un itu, untuk menghentikan kegiatan mereka. Selain meminta Rusia, AS juga menyatakan hal yang sama pada China.(cnn/red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar