.

.
» » » » » Liliyana Natsir Sang Pengharum Nama Sulut & Indonesia Lewat Bulutangkis

RedaksiManado.Com -- Liliyana Natsir Sudah berulang kali mengharumkan nama Sulut dan Indonesia di dunia Internasional tersenyum ketika menemui wartawan yang sudah menunggunya seusai pertandingan. Ia lancar menjawab pertanyaan wartawan meskipun baru menelan salah satu kekalahan yang mungkin paling menyakitkan dalam kariernya.

Duet Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir tertunduk lesu di hadapan Zheng Siwei/Huang Yaqiong pada laga semifinal ganda campuran bulutangkis Asian Games 2018 di Istora Gelora Bung Karno, Minggu (26/8). Papan skor menunjukkan angka 13-21, 18-21 untuk unggulan pertama asal China tersebut.

Hasil ini membuat medali emas Asian Games kembali ada di luar jangkauan tangan Liliyana. Liliyana sudah berusaha sekuat tenaga untuk menggapai emas tersebut, namun memang tak semua usaha keras akan mendapatkan hasil yang pantas.
Nova Widianto/Liliyana Natsir menjadi Juara Dunia 2007 di Kuala Lumpur, Malaysia setelah berhasil mengalahkan pasangan Tiongkok di partai puncak, Zheng Bo/Gao Ling 21-16 21-14
Liliyana adalah potret tentang perjuangan dan kegigihan. Kariernya dipenuhi oleh perayaan-perayaan kemenangan dan juga kesedihan karena kegagalan di langkah terakhir sebelum kemenangan.

Dimulai dengan menjuarai ganda campuran di kejuaraan asia yunior 2002 saat berpasangan dengan markis kido yang mengalahkan pasanga china Cao Cen/Rong Lu yang dilaksanakan di kualalumpur malaysia 14-21 Juli 2002
Selanjutnya Lilyana Berpasangan dengan Nova Widianto yang menjuarai singapore open 2004 dengan mengalahkan pasangan Malaysia Koo Kien Keat\/Wong Pei Tty yang merupakan prestasi tertinggi pertama Lilyana di ajang senior walaupun masih berumur 19 tahun
Nova Widianto & Liliyana Natsir di podium kedua Olimpiade Beijing 2008. Nova/Butet harus mengakui keunggulan pasangan Korea, Lee Yong Dae/Lee Hyo Jung 11-21 17-21
Liliyana, bersama Nova Widianto, sudah dua kali jadi juara dunia ketika usianya baru akan genap 22 tahun. Namun bersama Nova, Liliyana juga mengecap pahitnya berdiri di podium kedua Olimpiade Beijing 2008 dengan kalungan medali perak melingkar di leher.

Saat itu, Liliyana jelas belum menyerah. Ia membidik medali emas Olimpiade empat tahun berikutnya. Dengan usia Nova Widianto mendekati masa pensiun, langkah ekstrim diambil Richard Mainaky di pengujung 2010.
Liliyana Natsir bersama Tontowi Ahmad usai menjadi juara All England 2014. (PBSI)
Richard memutuskan memasangkan Liliyana dengan Tontowi Ahmad untuk Asian Games 2010 dan meminggirkan Nova. Padahal saat itu Nova/Liliyana adalah pebulutangkis papan atas dan jadi salah satu calon juara.

Korbankan Asian Games 2010, Gagal di 2014
Mengorbankan Asian Games demi Olimpiade dua tahun setelahnya. Itulah prinsip yang digunakan di balik pengambilan keputusan tersebut. Duet baru Tontowi/Liliyana yang tak dibebani target akhirnya tak mendapat medali emas di Guangzhou namun bagi Richard itu adalah bekal penting menuju Olimpiade London 2012.

Duet Tontowi/Liliyana makin matang dan meraih gelar All England, namun malah tanpa medali di London 2012 karena kalah di semifinal dan laga perebutan perunggu. Setelah kalah di London, sempat tersiar kabar tentang kemungkinan Butet pensiun. Namun Liliyana akhirnya siap untuk kembali mencoba meraih medali emas di Olimpiade Rio de Janeiro.
Tontowi/Liliyana kalah 16-21, 14-21 dari Zhang Nan/Zhao Yunlei di final ganda campuran Asian Games 2014. (AFP PHOTO / JUNG YEON-JE)
Liliyana melalui performa yang naik-turun meskipun tetap pada koridor level elite yang berarti Tontowi/Liliyana selalu hadir di babak-babak akhir turnamen besar. Medali emas Kejuaraan Dunia 2013 dimenangkan oleh mereka, termasuk hattrick gelar All England dalam perjalanan menuju Rio de Janeiro.

Puncaknya, Tontowi/Liliyana meraih medali emas Olimpiade 2016, sebuah hal yang begitu diidamkan oleh seluruh pebulutangkis di dunia.

Namun dalam durasi 2012-2016, Tontowi/Liliyana hanya meraih perak di Asian Games 2014 dan hal ini yang kemudian menjadi pengganjal langkah Liliyana Natsir untuk gantung raket selepas juara Olimpiade.

Terima Kasih Liliyana Natsir
Banyak yang menduga Liliyana akan pensiun di puncak tertinggi, setelah memenangi emas Olimpiade. Namun ternyata, Liliyana tergoda untuk sekali lagi berjuang memenangkan emas Asian Games. Terlebih, Indonesia akan bertindak sebagai tuan rumah.

Keberhasilan Tontowi/Liliyana jadi juara dunia 2017 membuat harapan itu terasa logis. Demi memuluskan ambisi jadi juara Asian Games, Tontowi/Liliyana rela tak ikut Kejuaraan Dunia 2018.

Dalam buku perjalanan karier Liliyana Natsir, lembar demi lembar diisi oleh kenangan manis dan getir. Namun pada akhirnya, Liliyana selalu bisa mendapatkan apa yang diinginkannya.

Meraih perak di Olimpiade Beijing, Liliyana mampu menyabet emas di Rio de Janeiro delapan tahun kemudian.

Tontowi/Liliyana meraih medali emas Olimpiade 2016 usai mengalahkan pasangan China, Zhang Nan/Zhao Yunlei. (REUTERS/Jeremy Lee) 

Tak berhasil meraih juara All England bersama Nova, Liliyana tiga kali memenangkannya bersama Tontowi. Dua gelar juara dunia bersama Nova, berhasil ditambah dua gelar lainnya bersama Tontowi.

Lembaran-lembaran perjalanan karier Liliyana selalu berisi hal-hal manis setelah pernah gagal di langkah terakhir. Namun untuk Asian Games, cerita Liliyana tak seperti di All England dan Olimpiade. Usaha keras Liliyana tak membuat medali perak yang pernah ia terimanya berubah jadi emas di empat tahun berikutnya.
Liliyana Natsir menutup kariernya di bulutangkis profesional dengan menjuarai Indonesia Open 2018. (Humas PBSI)
Lalu apakah itu berarti lembaran terakhir kisah-kisah manis Liliyana berisi kegagalan karena tak mampu memenangkan emas Asian Games? Tidak.

Lembar terakhir Liliyana bukanlah saat ia tertunduk ketika Zheng Siwei/Huang Yaqiong memastikan poin ke-21 di gim kedua. Lembar terakhir perjalanan karier Liliyana bukan ketika ia harus meninggalkan lapangan tanpa tiket menuju babak final.

Lembar terakhir dari kisah Liliyana adalah saat penonton berdiri memberikan tepuk tangan meriah meski menelan kekalahan.  Lembar terakhir adalah saat penonton-penonton yang melihat lewat layar kaca sedih bukan karena emas yang gagal didapat, namun lebih karena waktu untuk melihat Liliyana yang sebentar lagi akan berakhir.

Sebagian besar hidup Liliyana sudah didedikasikan untuk mengharumkan bangsa. Tanpa emas Asian Games, lembar penutup perjalanan karier Liliyana tetap sempurna, karena semua tahu seberapa besar arti seorang Liliyana Natsir bagi bulutangkis dan bangsa indonesia.

Liliyana Natsir, terima kasih sudah berjuang untuk Indonesia. Terima Kasih Sudah Mengharumkan Nama Daerah Tercinta Kita Siulawesi Utara semoga muncul Lilyana Yang baru yang akan mengikuti jejak anda. ***(Red/Nal)

Redaksi Manado 2017 , , , 8/30/2018

Penulis: Redaksi Manado 2017

RedaksiManado.Com : Situs Media Online yang menyajikan berita secara umum baik Internasional, Nasional dan Khususnya di Sulawesi Utara
«
Berikutnya
Posting Lebih Baru
»
Sebelumnya
Posting Lama

Tidak ada komentar: