.

.
» » Eks Koruptor Jadi Caleg, Rakyat Akan Nilai Komitmen Jokowi Berantas korupsi

RedaksiManado.Com - Presiden Joko Widodo menyatakan mantan narapidana korupsi masih berhak untuk maju sebagai calon legislatif di Pemilu Serentak 2019. Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Hifdzil Alim menilai publik akan mengamati soal sikap presiden itu sesuai atau tidak dengan komitmen pemberantasan korupsi dari pemerintah.

"Nanti publik yang membaca sikap Presiden mempunyai komitmen pemberantasan korupsi atau tidak," kata Hifdzil saat dihubungi Wartawan, Selasa (29/5).

Hifdzil setuju adanya pembatasan bagi para eks napi korupsi maju di Pileg 2019. Namun, menurutya, pelarangan eks napi korupsi dalam Rancangan PKPU harus memiliki dasar hukum yang kuat. "Saya setuju ada pembatasan eks napi korupsi jadi caleg tapi aturan hukum harus kuat," tegasnya.

Alasan pelarangan tersebut harus memiliki aturan kuat adalah untuk mengantisipasi gugatan uji di Mahkamah Konstitusi. Poin larangan di PKPU itu, kata dia, juga harus merujuk pada aturan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Secara asas hukum, aturan soal larangan bagi eks napi korupsi maju menjadi caleg idealnya diatur melalui payung hukum setingkat UU.  "Kalau diatur di judicial review (JR) repot. Prinsipnya pelarangan itu harus lewat UU," jelas Hifdzil.

Hifdzil menganggap sikap Presiden Jokowi yang memberi lampu hijau itu eks napi korupsi 'nyaleg' telah merujuk pada UU. Tapi jika saja Jokowi setuju dengan sikap KPU melarang eks napi korupsi maju jadi caleg, Hifdzil memprediksi Jokowi akan melempar bola ke DPR.

"Tapi kalau Presiden menabrak UU meskipun bukan wewenang presiden bisa jadi bola liar," tandasnya.

Diketahui, Presiden Joko Widodo menanggapi langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat peraturan tentang larangan nyaleg bagi mantan narapidana kasus korupsi. Dia menilai para narapidana masih berhak untuk berpolitik.

Hal tersebut kata Jokowi terdapat dalam konstitusi yang menjamin seseorang mendapatkan hak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum. Jokowi pun menyarankan KPU agar menandai para caleg mantan narapidana korupsi.

"Kalau saya, itu hak. Hak seseorang untuk berpolitik. Tapi KPU bisa saja mungkin membuat aturan. Misalnya boleh ikut tapi diberi tanda 'mantan koruptor'," kata Jokowi

Sementara, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengungkapkan, rancangan peraturan KPU (PKPU) mengenai pencalonan anggota legislatif akan segera ditetapkan. Termasuk poin yang melarang mantan narapidana korupsi ikut menjadi caleg.

"Kan ini masih rapat konsultasi sama DPR. Nah kalau sudah selesai mungkin KPU butuh dua tiga hari buat rapikan semuanya. Buat yakinkan dasar-dasar yang menjadi pembuatan pasal itu, kalau sudah firm yakin, kirim ke Kemenkumham. Ya butuh dua-tiga hari," ucap Arief di Gedung DPR RI.

Arief menegaskan, dalam draf PKPU itu, pihaknya masih memasukkan poin larangan eks napi korupsi untuk menjadi caleg. Meskipun, telah ditolak oleh DPR, Bawaslu, dan Kemendagri di dalam rapat dengar pendapat pada Selasa, 22 Mei 2018.

Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria menambahkan, pandangan DPR sudah selaras Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dengan pemerintah. Sebab, kata dia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan mantan napi korupsi diperbolehkan menjadi calon legislatif dengan syarat harus dipublikasikan pada masyarakat.

"Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 sudah memutuskan bahwa diperbolehkan untuk mantan Narapidana untuk menjadi caleg. Namun harus mempublikaskan pada publik atau pada media dan soal ini juga sudah pernah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi dua kali bahwa diperbolehkan menurut Mahkamah Konstitusi. Jadi kami DPR, permerintah dan Bawaslu hanya mengikuti yang menjadi ketentuan Perundang-undangan," jelasnya. [Red/Mer]

Redaksi Manado 2017 5/30/2018

Penulis: Redaksi Manado 2017

RedaksiManado.Com : Situs Media Online yang menyajikan berita secara umum baik Internasional, Nasional dan Khususnya di Sulawesi Utara
«
Berikutnya
Posting Lebih Baru
»
Sebelumnya
Posting Lama

Tidak ada komentar: