.

.
» » » Utang Pemerintah Rp 4.035 Triliun Tak Hambat Elektabilitas Jokowi

RedaksiManado.Com -- Persoalan utang pemerintah Indonesia yang diklaim telah mencapai Rp4.000 triliun menjadi amunisi bagi kelompok oposisi untuk mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo. 
 
Mengutip data Kementerian Keuangan, jumlah utang pemerintah pada akhir Februari 2018 melonjak 13,46 persen menjadi Rp4.035 triliun dibanding dengan periode yang sama pada 2017 sebanyak Rp3.556 triliun.

Jokowi sendiri mempersilakan orang-orang yang ingin mengkritik untuk beradu argumen dengan ekonom makro yang memiliki data angka jelas, termasuk dengan Sri Mulyani. "Silakan, silakan, saling beradu argumen dengan menteri keuangan yang juga memiliki angka-angka," ujar Jokowi dalam Mata Najwa 'Eksklusif: Kartu Politik Jokowi' yang ditayangkan di Trans 7 pekan lalu.

Jokowi meminta kubu oposisi untuk membicarakan soal utang pemerintah dengan basis data dan angka yang jelas. "Kalau Menteri Keuangan Sri Mulyani dan ekonom-ekonom yang mengerti masalah makro juga saling beradu argumen didasari dengan angka-angka dengan basis data yang jelas, itu bagus. Tapi, kalau seorang ekonom makro kemudian yang satunya politikus, ya enggak mungkin sambung. Ini politikus, yang ini ekonom makro. Yang ini [hanya] berbicara, yang ini pakai angka-angka, ya enggak mungkin sambung," tutur Jokowi.

Esok harinya, mantan Menteri Koordinator bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli menyatakan kesiapannya melakukan debat terbuka soal utang pemerintah dengan Sri Mulyani. "Ini asyik, saya siap dan tolong diatur debat terbuka RR [Rizal Ramli] versus SMI [Sri Mulyani Indrawati]," kata Rizal Kamis pekan lalu.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu sempat menyebut masyarakat dirugikan keputusan Sri Mulyani yang tak bisa menegosiasikan bunga utang menjadi lebih murah, sehingga membuat bunga utang yang diperoleh Indonesia tinggi dan penerimaan pajak dari masyarakat banyak disedot untuk membayar bunga utang tersebut.

Lebih tertarik hal konkret
Meski riuh, pengamat politik dari Universitas Padjajaran Bandung Firman Manan menilai persoalan utang pemerintah sebenarnya tidak terlalu menjadi perhatian masyarakat awam. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat belum memiliki tingkat literasi terhadap informasi yang baik, dan persoalan utang pemerintah bukanlah persoalan sederhana.

"Persoalan seperti ini [utang pemerintah] tidak terlalu menarik bagi masyarakat kebanyakan, kalau jadi debat pun hanya akan jadi konsumsi kalangan tertentu saja," tutur Firman lewat sambungan telepon pada Jumat (4/5).

Firman mengatakan jika berbicara tentang utang, pasti akan melibatkan banyak data, statistik, dan angka. Masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah, akan cenderung tidak paham dan tidak menghiraukan hal ini sekali pun misalnya diperdebatkan secara terbuka oleh dua pakar ekonomi sekelas Sri Mulyani dan Rizal Ramli.

Ia menjelaskan, masyarakat akan lebih tertarik membahas hal-hal yang konkret dan berkenaan langsung dengan kehidupan mereka, seperti misalnya tentang kesejahteraan dan kemiskinan. "Kecuali terjadi efek snowball, setelah debat ini kemudian muncul wacana-wacana perdebatan lanjutan yang lebih konkret. Kalau itu yang terjadi mungkin efeknya [terhadap masyarakat] akan berbeda," tuturnya.

Tak pengaruhi elektabilitas Jokowi

Selaras, peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Adji Al Farabi menganggap besarnya jumlah utang Indonesia saat ini tak berpengaruh secara signifikan terhadap elektabilitas Jokowi di Pilpres 2019 mendatang.

Hal ini dikarenakan mayoritas pemilih memiliki tingkat ekonomi menengah ke bawah, dan mereka cenderung tidak mengetahui dampak utang luar negeri terhadap kehidupan mereka sebagai masyarakat.

"Mayoritas pemilih [tingkat] menengah ke bawah, dan mereka tidak terlalu concern [tentang utang luar negeri]. Implikasinya memang bisa sampai ke bawah, tapi mereka tidak paham soal apa konsekuensi peningkatan utang luar negeri RI," ujarnya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (4/5).

Menurut Adji, isu ini hanya akan diperhatikan oleh sebagian kecil pemilih dengan level ekonomi menengah ke atas, dan itu pun tak akan dengan mudah memengaruhi pilihan politik mereka di Pilpres tahun depan.

"Itu pun saya pikir tidak terlalu berpengaruh [pada kelompok ekonomi menengah atas], karena mereka biasanya lebih selektif dalam menerima info, maupun mengikuti diskusi atau debat seperti ini," tuturnya. (Red/CNN)
 

Redaksi Manado 2017 , 5/05/2018

Penulis: Redaksi Manado 2017

RedaksiManado.Com : Situs Media Online yang menyajikan berita secara umum baik Internasional, Nasional dan Khususnya di Sulawesi Utara
«
Berikutnya
Posting Lebih Baru
»
Sebelumnya
Posting Lama

Tidak ada komentar: