.

.
» » Ini Saran Dokter Jiwa untuk Para Caleg Jelang Pemilu 2019

RMC - Calon legislatif (caleg) yang saat ini tengah berkontestasi harus bisa memanage stres agar tidak mengalami distress. Langkah awal yang harus ditempuh yakni mengidentifikasi risiko saat gagal maupun terpilih.

Kepala Bidang Medik Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dr Rajiman Wediodiningrat Lawang, dr Gunawan MMRS menerangkan, dunia medis mengenal istilah manajemen risiko. Caleg harus mengantisipasi risiko-risiko yang akan terjadi setelah pemilihan 17 April dan penetapannya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Orang ketika melakukan sesuatu hal harus mengantisipasi risikonya, baik risiko berhasil mendapatkan apa yang diinginkan maupun risiko ketika tidak berhasil mendapatkan apa yang diinginkan. Dia harus memanage risiko itu," kata Gunawan kepada awak media

Setelah berhasil mengidentifikasi risiko, berikutnya mencari alternatif solusi dari setiap risiko tersebut. Semakin baik atau memecahkan, solusi itu maka akan meminimalisasi stress.

"Kemudian mencari alternatif solusi dari setiap risiko yang dia dapat identifikasi. Semakin bagus orang mengidentifikasi risiko, sekaligus memanagenya, maka orang tersebut, untuk jatuh dalam keadaan disstress semakin kecil," tegasnya.

Gunawan tidak lupa menyarankan, para caleg untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Lewat pendekatan religius akan menekan hal-hal yang bersifat guncangan diri.

"Selalu berdoa sebagaimana keyakinannya. Kalau muslim ya tawakal, berserah diri dan sabar. Efektif dan tidaknya (doa) itu tergantung keimanannya. Kalau orang percaya pada Tuhan pasti, tetapi kalau kepercayaannya tidak ada atau tipis ya tidak tahu lagi," katanya.

Gunawan mengatakan, harus disadari bahwa hidup akan selalu menghadapi gesekan dan kompetisi, tidak hanya dalam kontestasi caleg tetapi juga yang lain. Gangguan kejiwaan dipastikan terjadi, tetapi tidak mudah menghitung tingkat perbandingan antara caleg gangguan jiwa dan tidak gangguan jiwa akibat kegagalan tersebut.

"Kalau ngomongkan angka gangguan jiwa di masyarakat, secara keseluruhan tidak sampai 10 persen dari populasi, sementara yang berat itu 1 persen. Ini angka statistisk," katanya.

"Kenyataannya biasanya tidak jauh dari itu. Kalau ada caleg 1000 hanya 10 orang yang akan mengalami gangguan berat," terangnya.

Gunawan juga mengingatkan, bahwa gangguan kejiwaan yang diderita tidak mesti berat. Termasuk caleg yang merasa sudah memberi sesuatu pada calon pemilih, tetapi giliran gagal marah-marah dan mengambil pemberiannya.

"Apapun yang mengubah perilaku, pola pikir yang ada kaitannya dengan stressor yang dialami, dan itu menimbulkan kalau kita menyebutnya hendaya atau hambatan. Hambatan pada dirinya atau orang lain. Kalau dia marah-marah, Semula pada orang baik jadi tidak baik sudah masuk kriteria gangguan jiwa," jelasnya. [dan]

Redaksi Manado 2017 3/06/2019

Penulis: Redaksi Manado 2017

RedaksiManado.Com : Situs Media Online yang menyajikan berita secara umum baik Internasional, Nasional dan Khususnya di Sulawesi Utara
«
Berikutnya
Posting Lebih Baru
»
Sebelumnya
Posting Lama

Tidak ada komentar: